Jadi berhubung aku lagi belajar bahasa Korea, di tengah memperlancar bahasa Jepangku, maka kali ini aku mau nulis tentang cara belajar dan alat bantu apa saja yang biasa aku gunakan untuk belajar bahasa secara otodidak.
Dan yang aku maksud dengan otodidak di sini adalah belajar tanpa mengikuti kursus atau sekolah bahasa.
Tapi sebelum itu, cuma mau ngingetin kalau hal yang paling mendasar dan paling penting dalam belajar bahasa itu adalah rasa suka. Karena belajar bahasa itu kadang bisa bikin stress kalau kita ngga suka. Dan juga ga ada cara instan dalam menaklukan sebuah bahasa. Jadi harus sabar karena emang makan waktu dan usaha.
Terbukti buatku saat belajar bahasa inggris, yang butuh nyaris 5 tahun lebih sampai bisa setidaknya nonton film amrik tanpa subtitle, atau paham omongan di podcast meski orangnya pake aksen. (Kecuali aksen orang inggris. Banyak salah dengernya.)
Ya, mungkin memang kalau bicara tentang bahasa itu seharusnya bukan disebut sebagai belajar, tapi lebih tepatnya menyerap. (Asik bahasaku 😀 )
Dan aku ga akan membagi atau melabeli cara belajarku ini sebagai visual, auditory, atau kinaesthetic learner, Karena aku juga ga ngerti. 🙂
Jadi cara belajar bahasa yang biasa ku lakukan itu pertama-tama adalah menghapalkan banyak-banyak kosakata. Ga perlu kuatir dengan struktur, pola, atau tata bahasanya terlebih dulu.
Tapi buat beberapa bahasa, kita perlu mempelajari cara baca hurufnya terlebih dahulu. Karena kalau ngga, akan susah banget buat belajar lebih lanjut.
Nah, baru setelah punya cukup banyak pembendaharaan kata, kita bisa maju ke tahap selanjutnya. Yang struktur, pola kalimat, dan tata bahasa itu tadi.
Lalu bagaimana kita bisa tahu ukuran ‘cukup banyak’ dalam pembendaharaan kata itu? Jawabanya tidak bisa. Karena memang tidak ada ukurannya. Filing aja. 😀
Tapi biasanya caraku ngukur itu kalau aku sudah bisa mengenali setidaknya setengah dari jumlah kata dalam sebuah kalimat yang aku denger secara random. Itu berarti aku sudah punya cukup banyak kosakata. Meski aku ga ngerti apa maksud dari keseluruhan kalimatnya.
Dan kemudian cara untuk belajar struktur pola kalimat paling cepat buatku itu adalah dengan membaca text book atau nonton video penjelasan di yutup, kemudian baru mengamati penggunaannya secara langsung dari pembicara aslinya. Alias Native Speaker nya.
Bisa melalui film atau vlog-vlog orang luar di yutup. Aku ga menyarankan menggunakan lirik lagu. Karena kadang kalimatnya bukan kalimat yang umum digunakan untuk percakapan sehari-hari. Jadi kadang menjebak.
Untuk film kadang ada yang lumayan menjebak juga sih. Terutama saat aku belajar bahasa Jepang dari Anime. Bukannya kalimat yang digunakan dalam Anime itu tidak umum, tapi karena adanya struktur dan tata bahasa dalam bahasa Jepang yang menggunakan strata seperti bahasa Jawa, jadi beberapa perkataan yang ada dalam Anime itu, terutama yang genre Shonen, bisa jadi tidak sopan saat kita gunakan untuk berkomunikasi dengan orang Jepang asli yang baru kita temui. Begitu juga dengan bahasa Korea.
Tapi kalau kitanya sudah sadar akan hal itu dari awal sih, gapapa juga belajar dari media tersebtt. Kalau saran dari aku, nonton serial dorama aja. Jauh lebih aman. Hehehe…
Sebenarnya kita juga bisa belajar membuat kalimat tanpa mempelajari dasar atau pola strukturnya terlebih dahulu. Seperti saat kita belajar bahasa ibu kita. Yaitu dengan cara menyerapnya setiap hari. Alias iso mergo soko kulino. Dan cara itu jelas membutuhkan waktu yang lumayan lama. Tergantung dari orangnya.
Dan percaya atau tidak, caraku belajar bahasa inggris juga sebagian besarnya seperti itu. Sengaja memaparkan diri dengan bahasa itu nyaris setiap hari. Bahkan sampai sekarang saja aku masih ga hapal apa itu Present, apa itu Perfect. Aku cuma hapal aja di situasi apa aku harus mengunakan kata yang mana. 😀
Nah, karena tulisan ini sudah jadi terlalu panjang menurutku. Maka akan ku putus sampai di sini dulu. Dan akan ku sambung di postingan berikutnya. Sampaj jumpa.
Bersambung….